Aliciakomputer’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

JUST IN TIME DAN PERBAIKAN MUTU DI BIDANG PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

Manajemen Mutu Terpadu sangat populer di lingkungan organisasi profit, khususnya di lingkungan berbagai badan usaha/perusahaan dan industri, yang telah terbukti keberhasilannya dalam mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya masing – masing dalam kondisi bisnis yang kompetitif. Kondisi seperti ini telah mendorong berbagai pihak untuk mempraktekannya di lingkungan organisasi non profit termasuk di lingkungan lembaga pendidikan.
Menurut Hadari Nawari (2005:46) Manajemen Mutu Terpadu adalah manejemen fungsional dengan pendekatan yang secara terus menerus difokuskan pada peningkatan kualitas, agar produknya sesuai dengan standar kualitas dari masyarakat yang dilayani dalam pelaksanaan tugas pelayanan umum (public service) dan pembangunan masyarakat (community development). Konsepnya bertolak dari manajemen sebagai proses atau rangkaian kegiatan mengintegrasikan sumber daya yang dimiliki, yang harus diintegrasi pula dengan pentahapan pelaksanaan fungsi – fungsi manajemen, agar terwujud kerja sebagai kegiatan memproduksi sesuai yang berkualitas. Setiap pekerjaan dalam manajemen mutu terpadu harus dilakukan melalui tahapan perencanaan, persiapan (termasuk bahan dan alat), pelaksanaan teknis dengan metode kerja/cara kerja yang efektif dan efisien, untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
Untuk dapat mencapai kualitas produk yang baik dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan perusahaanharus mampu hanya menghasilakan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Untuk mewujudkan perlu suatu filosofi untuk menghilangkan pemborosan. Selain itu, usaha menghasilkan produik yangbermutu hanya dapat dicapai bila proses bermutu dapat dicapai. Perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan penghematan diberbagai bidang hanya dapat dilakukan dalam suatu proses yang berlangsung panjang dan terus menerusdan berkesinambungan.
Sering kita dengar bahwa pelaksanaan Just in Time (JIT) harus berpasangan dengan Total Quality Manajemen, atau dapat dikatakan bahwa kedua filosofi ini seperti halnya dua sisi nata uang logam. Bahkan sebelum Total Quality Manajemen dapat dilaksanakan dalam perusahaan maka (JIT) tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan usaha mengadakan perbaikan secara terus menerus dan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan. (countinuous improvement) atau dalam istilah bahasa Jepang yaitu Kaizen adalah suatu usaha perbaikan yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri.

B II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.
Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiendinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khusunya prestasi belajar siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam : (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum EBTA, EBTANAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti misalnya perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Dalam rangka umum mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun yang intangible.
Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.

B. Pengertian Just in Time (JIT) dan Filosofinya
JIT merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki impilkasi pentins dalam manajemen biay. Ide dasarJIT sangat sederhana, yaitu produksi hanya apabila ada pernibtaan (pull system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta dan hanya sebesar kuatitas yang diminta. Filosofi JIT digunakan pertama kali oleh Toyota dan kemudian diapopsi oleh banyak perusahaan manufaktur dijepang .
Bila JIT merupakan suatau filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi perusahaan. Sasaran utama JIT adalah menngkatkan produktivitas system produksi atau opersi dengan cara nenghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menembah nilai bagi suatui produk.
Just in Time (JIT) mendasakan pada delapan kunci utama, yaitu
1. menghasilakn produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan.
2. memproduksi dengan jumlah kecil
3. menghilangkan pemborodan
4. memperbaiki aliran produksi
5. menyempurnakan kualitas produk
6. orang-orang yang tanggap
7. menghilangkan ketidakpastian
8. penekananan pada pemeliharaan jangka panjang.
C. Latar Belakang Timbulnya JIT
JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan system tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi perubahanyang dilakukan dari system tradisional. Bagaimana cara kerja JIT. Apa yang diharpkan oleh JIT dan alat-alat statistic seharusnya dinerikan.
Tujuan JIT adalah untukm meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha pengenadalian biaya, peningkatan kualitas, serta mamperbaiki kerja pengiriman. Tetapi ada satu hal yang perlu selalu di ingat ‘peningkatan daya saing tidak menjamin perusahaa akan survive, tetapi tidak memilki daya saing menjamin dengan pasr\ti terjadinya bencana.
D. Persyaratan-persyaratan JIT
Terdapat beberapa persyaratan yang ahrus dipenuhi pemerapan JIT:

1. Organisasi Pabrik
Pabrik dengan sisitem JIt berusaha untuk menatur layout berdasarkan produk. Semua proses yang diperlukan untuk membuat produk tertentu diletakkan dalam satu lokasi.
2. Pelatihan/Tim/keterampilan
JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan system tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi perubahanyang dilakukan dari system tradisional. Bagaimana cara kerja JIT. Apa yang diharpkan oleh JIT dan alat-alat statistic seharusnya dinerikan.
• Membentuk Aliran/Pemyederhanaan
Idealnya suatu lini produksi yang baru dapat di setup sebagai batu ujian untuk membentuk aliran produksi, menyeimbangkan aliran tersebut, dan memecahkan masalah awal.
• Kanbal Pull System
Kanbal merupakan system manajemen suatu pengendalian perusahaan, karena itu kanbal memiliki beberapa aturan yang perlu diperhatikan:
1. Jangan mengirim produk rusak ke prosess berikutnya.
2. Proses berikutnya hanya mengambil apa yang dibutuhkan pada saat dibutuhkan,
3. Memproduksi hanya sejimlah proses berikutnya
4. Meratakan beabn produksi
5. Menaati instruktur kanban pada saat fine tuning
6. Melakukan stabilisasi dan rasionalisasi proses.
3. Visibiltas/ pengendalian visual
Salah satu kekuatan JIT adalah sistemnya yang merupakan system visual. Melacaknya apa yang terjadi dalam system tradisional sulit dilakukan karena para karyawan mondar-mandir mengurus kelebihan barang dalam prosess dan banyak rute produksi yang saling bersilangan.
4. Eliminasi Kemacetan
Untuk menghapus kemcetan, baik dalam fase setup maupun dalam masa produksi, perlu dilakukan beberapa pendekatan yang melibatkan tim fungsi silang. Tim ini terdiri dari berabagi departemen, seperti perekayasaan, manufaktur, keuangan dan departemen lainnya yang relevan.

5. Ukuran Lot Kecil Dan Pengurangan Waktu Setup
Ukuran lot yang ideal bukan ukuran yang terbesar, tetapi ukuran lot yang terkecil. Pendekatan ini pendekatan ini esuai bila nesin-mesin digunakan untuk menghasilkan berbagai bagian atau komponen yang berbeda yang digunakan proses berikutnya dalam tahap produksi.
6. Total Productive Maintance
TPM merupakan suatu keharusan dalam sisitem JIT. Mesi-mesin membersihkan dan diberi pelumas secara rutin, biasanya dilakukan oleh operator yang menjalankan mesin tersebut.
7. Kemampuan Proses, Statistical Proses Control (SPC), Dan Perbaikan Berkesinambungan.
Kemampuan proses, SPC, dan perbaikan berkesinambungan harus ada dalam pemanufakturan JIT, karena beberapa hal: Pertama, segala sesuatu harus bekerja sesuai dengan harapan dan mendekati sempurna. Kedua, dalam JIt tidak ada bahan cadangan untuk kemacetan perusahaan dan Ketiga, semua kondisi mesin harus bekerja dengan prima.
Pemasok
E. Startegi Penerapan Just in Time
Ada beberapa strategi dalam mengimplementasikan JIT dalam perusahaan, antara lain:
Startegi Penerapan pembelian Just in Time. Dukungan, yaitu dari semua pihak terutama yang berkaitan dengan kegiatan pembelian, dan khususnya dukungan dari pimpinan. Tanpa ada komitmen dari pinpinan tersebut JIt tidak dapat terlaksana. Mengubah system, yaitu mengubah cara mengadakan pembelian, yaitu dengan membuat kontrak jangka panjang dengan pemasok sehingga perusahaan cukup hanya memesan sekali untuk jangka panjang, selanjutnya barang akan dating sesuai kebutuhan atau proses produksi perubahan kita.
Startegi penerapan Just in Time dalam system produksi. Penemuan system produksi yang tepa, yaitu dengan system tarik yang bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dengan menghilangkan sebanyakmungkin pemborosan. Penemuan lini produksi yaitu dalam satu lini produksi harus dibuat bermacam-macam barang, sehingga semua kebutuhanpelanggan yang berbeda-beda itu dapat terpenuhi. Selain itu lini produksi tersebut dapat menghemat biaya, biaya bahan, persediaan, dan sebagainya.

F. Manfaat JIT
JIT bukan hany sekedar metode pengedalian perediaan, tetapi juga merupakan system produksi system produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi dan aktivitas. Manfaat JIT antar lain
1) Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang.
2) Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi
3) Mendurangi pemborosan barang rusak dan barang cacat dengan mendeteksi kesalahan pada sumbernya.
4) Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik.
Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok.
5) Loyout pabrik yang lebih baik.
6) Pengendalian kualitas dalam prosess.
G. Hubungan Antara JIT dan TQM
Untuk mengimplentasikan JIT diperlukan adanya system total quality secara keseluruhan dalam organisasi. JIt mensyartkan semua departemen dapat merespon kebutuhan-kebutuhannya. Apabila departemen produksi melaksanakan JIt, tetapi organosasi secara keseluruhan tiadak mengupayakan TQM, maka personil departemen produksi akan menghadapi hambatan yang besa. Selain itu JIT juga mensyaratkan perubahan, sehingga sering kali timbul penolakan dari departemen uang memilki komitmen untuk berbah. Perbaikan secara terus menerus (Kaizen) Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum system mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus (Just in time) ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen bisa juga merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi.
Kaizen adalah suatu istilah dalam bahasa jepang yang dapat diartikan sebagai perbaikan secara terus menerus (countinius improvement). Kaizen nerupakan suatu kesatuan pandangan yang komperhensif dan terintegrasi yang meliputi:
1) berorientasi pada pelanggan.
2) Pengendalian mutu secara menyeluruh
3) Robotic
4) Gugus kendali mutu
5) System saran
6) Otomatisasi
7) disiplin di temapt kerja
8) pemelihraan produktivitas secara menyeluruh
9) kanban
10) penyempurnaan perbaikan mutu
11) tepat waktu
12) tanpa cacat
13) kegiatan kelompok-kelompok kecil
14) hubungan kerja sama dengan manjer dan karyawan
15) pengembangan produk baru
kaizen mempunyai semangat mengadakan perbaikan secara terus-menerus dan berkesinambungan dengan berpedoman pada semangat, hari ini harus lebih dari haro kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tidak boleh ada hari tanpa ada perbaikan.
Adapun hirarki dalam kaizen adalah:
Manajemen Puncak Manajemen Madya Supervisor Karyawan
• mengintroduldi kaizen swbasai strategi perusahaan • menyebarluakan dan mengimplemen taskan sasaran kaizen sesuai penghargan manajemen puncak meallui menebarluaskan kebijakan • menggunakan kaizen dalam peranan fungsi • Melibatkan diri dalam sisitem sasaran dan aktivitas kelompok kecil

BAB III
KESIMPULAN

Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas; baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun yang non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Bila JIT merupakan suatau filosofi manajemen operasi yang berusaha untuk menghilangkan pemborosan pada semua aspek dari kegiatan-kegiatan produksi perusahaan. Sasaran utama JIT adalah menngkatkan produktivitas system produksi atau opersi dengan cara nenghilangkan semua macam kegiatan yang tidak menembah nilai bagi suatui produk.
Just in Time (JIT) mendasakan pada delapan kunci utama, yaitu
 menghasilakn produk yang sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan.
 memproduksi dengan jumlah kecil
 menghilangkan pemborodan
 memperbaiki aliran produksi
 menyempurnakan kualitas produk
 orang-orang yang tanggap
 menghilangkan ketidakpastian
 penekananan pada pemeliharaan jangka panjang.

ANALISIS
JIT memerlukan tambahan pelatihan yang lebih banyak bila dibandingkan dengan system tradisional. Karyawan diberi pelatihan mengenai bagaimana menghadapi perubahanyang dilakukan dari system tradisional. Bagaimana cara kerja JIT. Apa yang diharpkan oleh JIT dan alat-alat statistic seharusnya dinerikan.
Untuk mengimplentasikan JIT diperlukan adanya system total quality secara keseluruhan dalam organisasi. JIt mensyartkan semua departemen dapat merespon kebutuhan-kebutuhannya. Apabila departemen produksi melaksanakan JIt, tetapi organosasi secara keseluruhan tiadak mengupayakan TQM, maka personil departemen produksi akan menghadapi hambatan yang besa. Selain itu JIT juga mensyaratkan perubahan, sehingga sering kali timbul penolakan dari departemen uang memilki komitmen untuk berbah. Perbaikan secara terus menerus (Kaizen) Kaizen atau perbaikan secara terus menerus selalu beriringan dengan Total Quality Management (TQM). Bahkan sebelum filosofi TQM ini terlaksana atau sebelum system mutu dapat dilaksanakan dalam suatu perusahaan maka filosofi ini tidak akan dapat dilaksanakan sehingga perbaikan secara terus menerus (Just in time) ini adalah usaha yang melekat pada filosofi TQM itu sendiri. Sehingga Kaizen bisa juga merupakan suatu kesatuan pandangan yang komprehensif dan terintegrasi.

DAFTAR PUSTAKA

http://pakguruonline.pendidikan.net/mpmbs4.html
Fandy Tjiptono & Anatasia Diana, Total Quality Manajemen. Andi offset yogyakrta.
Wahyu Ariani Dorothea, Manajemen Kulitas, Andi offset yogyakrta .
ttp://kamasanpost.blogspot.com/2008/02/manajemen-peningkatan-mutu-berbasis.html

Agustus 8, 2008 Posted by | Makalah Umum | Tinggalkan komentar

TENTANG PENGUKURAN KINERJA DENGAN BALANCED SCORECARD

A. Pengukuran Kinerja

  1. Pengertian Pengukuran Kinerja

Pembangunan ekonomi melalui industrialisasi, perdagangan, real estate, asuransi, perbankan maupun pembangunan di sektor lainnya dan pemerataan pendapatan tercermin diantaranya dalam produktivitas nasional sebagai salah satu indikator kinerja suatu bangsa. Dalam lingkup yang lebih sederhana, suatu pengukuran kinerja sangat diperlukan guna mendapatkan hasil yang maksimal.

Kata kinerja merupakan kata yang sering mendapat perhatian khusus oleh setiap individu, kelompok maupun organisasi perusahaan. Kata ini sering disandingkan dengan kata lain, seperti kinerja individu, kinerja kelompok, maupun kinerja organisasi.

Kinerja menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti “suatu yang dicapai” atau prestasi yang dicapai atau diperlihatkan sehingga kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kinerja oleh individu perusahaan.[1] Sedangkan pengukuran kinerja menurut (Donelly Gibson dan Irnacevich: 1994) adalah suatu tingkatan keberhasilan dalam melaksanakan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, kinerja itu sendiri dapat dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.[2] Selain itu dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) juga dijelaskan tentang informasi dari kinerja perusahaan, yaitu informasi kinerja perusahaan terutama profitabilitas diutamakan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Di samping itu, informasi tersebut juga berguna dalam merumuskan pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber daya.[3] Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dapat dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik di mana perusahaan memerlukan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian tersebut.

 

 

II. Manfaat Pengukuran Kinerja

Ada beberapa hal yang membuat pengukuran kinerja itu begitu penting. Diantaranya, menurut Lynch dan cross (1993),[4] manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut:

a. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

b. Memotivasi para pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

c. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

d. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur, menjadi lebih nyata sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

e. Membangun komitmen untuk melakukan suatu perubahan dengan melakukan evaluasi atas perilaku yang diharapkan tersebut.

III. Untuk mencapai manfaat dari pengukuran kinerja tersebut, maka paling tidak harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:

a. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.

b. Evaluasi atas berbagai aktivitas.

c. Dapat dinilai dengan menyeluruh, yaitu semua bidang aktivitas dalam organisasi tersebut.

d. Membantu seluruh organisasi mengenali masalah-masalah yang ada dengan kemungkinan melakukan perbaikan.

B. Metode Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard

1. Pengertian Balanced Scorecard

Balanced Scorecard dikembangkan pada tahun 1990 oleh dua orang jenius bernama Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam sebuah artikel berjudul “Balanced Scorecard Measures That Drive Performance”.[5] Yang paling menarik, Kaplan adalah seorang professor akuntansi di Harvard University, yang tentu cara pandangnya terhadap posisi angka-angka sangatlah mendominasi pikirannya dalam mengatur suatu kinerja perusahaan. Namun Kaplan merupakan seorang yang visioner dan dia menyadari bahwa posisi angka-angka finansial saja tidak akan cukup untuk organisasi yang mencoba bertahan atau bahkan bersaing di abad sekarang ini.

Lalu mereka berdua mengadakan penelitian terhadap beberapa perusahaan di Amerika untuk mendapatkan sebuah pola pengukuran kinerja yang terbaik dan berhasil dipublikasikan dalam suatu artikel Robert S. Kaplan dan David P. Norton di Harvard Business Review pada tahun 1992. Lalu, mereka pun mendapatkan metode baru dalam pengukuran kinerja perusahaan yaitu Balanced Scorecard. Balanced Scorecard sendiri dikembangkan sebagai sisterm pengukuran kinerja yang memungkinkan para eksekutif memandang suatu perusahaan dari berbagai perspektif secara simultan.

Untuk pengertian Balanced Scorecard sendiri, Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu kata Balanced dan kata Scorecard. Kata score dapat diartikan sebagai suatu penghargaan atas poin-poin yang dihasilkan. Dengan pengertian yang lebih bebas, scorecard juga berarti suatu kesadaran bersama untuk mencatatkan hasil pengukuran tersebut sebelum dilakukan evaluasi.

Sedangkan tambahan kata “balanced” di depan kata “score” maksudnya adalah bahwa angka-angka atau score tersebut harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting.[6] Dengan begitu, Balanced Scorecard merupakan metode pengukuran strategi yang melihat bahwa keberhasilan perusahaan tidak hanya ditentukan oleh aspek keuangan saja, tetapi juga oleh aspek non keuangan. Berikut ini disajikan model sistem Balanced Scorecard tersebut.

 

 

 

Keuangan

Agars sukses

secara financial objektif Ukuran Target Inisiatif

bagaimana

seharusnya

penampilan

kita di hadapan

para

pemegang

saham

                   
   
     
   
 
 
 

Konsumen

Untuk

Mencapai visi Objektif Ukuran Target Inisiatif

Kita, bagaimana

Seharusnya

Kita tampil

Di hadapan

Konsumen?

   

Proses Bisnis Internal

Untuk memuas- Objektif Ukuran Target Inisiatif

kan pemegang

saham dan

konsumen,

proses bisnis apa

yang harus kita

kuasai?

 

 

 

 

Visi

&

Strategi

Pembelajaran dan Pertumbuhan

Untuk menca- Objektif Ukuran Target Inisiatif

pai visi kita,

bagaimana kita

mempertahankan

kemampuan kita

untuk berubah

dan semakin

membaik?

               
   
 
   
     
 
 

 

 

 

 

Gambar 1. 1. Balanced Scorecard

Gambar diambil dari “ Using The Balanced Scorecard As A Strategic Management System”, oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Januari – Februari 1996, H. 76, Oleh Harvard Business School Publishing Corporation,

Oleh karena itulah, mengapa dalam persaingan beberapa perusahaan bisa sukses, sementara sebagian lainnya mengalami kegagalan. Robert S. Kaplan dan David P. Norton meyakini bahwa jawabannya terletak dalam bentuk empat penghalang yang harus dirobohkan sebelum semua strategi perusahaan dapat dijalankan dengan efektif.

 

 

II. Keempat Penghalang Dalam Keberhasilan Suatu Perusahaan Antara Lain:

1. Visi dan strategi perusahaan tidak dapat dijalankan

Hal tersebut biasa terjadi dalam setiap perusahaan, karena belum tentu siap semua individu yang ada pada perusahaan dapat menjalankannya secara penuh. Boleh jadi, hal itu disebabkan karena visi dan strategi kerap merupakan suatu gugusan mimpi yang melangit dan sulit mencari padanannya untuk diturunkan menjadi aksi yang membumi.

2. Strategi tidak terhubung dengan sasaran

Suatu hal fatal yang kerap terjadi ketika perusahaan makin membesar adalah tidak dilakukannya perencanaan strategi SDM agar tercipta keselarasan antara tujuan, visi dan kompetensi individu dengan perusahaan disetiap tingkatan. Seperti sistem insentif yang seringkali diabaikan oleh perusahaan.

3. Strategi tidak terhubung dengan alokasi sumber daya, seharusnya dalam setiap menyusun anggaran haruslah dipergunakan strategi yang baik, agar dapat membedakannya dengan perusahan para pesaing.

4. Umpan balik yang diperoleh masih saja bersifat taktis, bukannya strategis. Itu artinya, porsi pembahasan dan perbincangan tentang strategi yang telah dibuat amatlah minim. Hal ini juga dapat diartikan perusahaan tidak saja kehilangan momentum untuk mengevaluasi efektivitas strateginya secara berkesinambungan. Namun yang lebih parah lagi, perusahaan bahkan tidak akan mampu membuat skenario keunggulan dan kelemahan perusahaan di masa yang akan datang.[7]

III. Berbagai Perspektif yang Diukur dalam Balanced Scorecard

Dalam Balanced Scorecard dinyatakan, adanya keseimbangan antara berbagai ukuran eksternal para pemegang saham dan pelanggan dengan berbagai ukuran internal proses bisnis dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keseimbangan juga dinyatakan dengan berjalan beriringan antara semua ukuran hasil yang dicapai oleh perusahaan pada masa lalu dengan semua ukuran faktor pendorong kinerja masa depan perusahaan.

Berikut ini berbagai perspektif yang diukur dalam Balanced Scorecard, yaitu:

1. Perspektif Keuangan

Pada setiap perusahaan yang ada, laporan keuangan merupakan indikator yang dapat menginformasikan kepada pimpinan perusahaan, apakah perusahaan tersebut mengalami perkembangan dalam usahanya atau tidak.

Pengukuran kinerja keuangan akan menunjukkan, apakah perencanaan dan pelaksanaan strategi memberikan perbaikan yang mendasar bagi keuntungan perusahaan. Perbaikan ini tercermin dalam sasarann–sasaran yang secara khusus berhubungan dengan keuntungan yang terukur, pertumbuhan usaha dan jumlah pemegang saham.

Di dalam pengukuran kinerja keuangan ada beberapa hal dari siklus kehidupan bisnis yang tiap tahapan memiliki sasaran yang berbeda sehingga penekanan pengukurannya pun berbeda pula, diantaranya adalah:[8]

a. Growth, merupakan tahap awal dalam siklus kehidupan perusahaan dalam menghasilkan potensi pertumbuhan usaha yang terbaik. Disini, manajemen perusahaan berusaha untuk membangun dan mengembangkan suatu produk atau jasa baru, menambah kemampuan operasi, mengembangkan infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global serta membina dan mengembangkan hubungan dengan pelanggan. Dalam tahap growth (pertumbuhan) ini, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolak ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini misalnya, dalam tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan.

b. Sustain, merupakan tahap kedua dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengharapkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika hal itu dapat dimungkinkan. Mengembangkan kapasitas produksi dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Dalam tahapan ini, sasaran keuangan diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.

c. Harvest, merupakan tahapan ketiga dimana perusahaan benar–benar memanen atau menuai hasil investasi ditahapan sebelumnya. Disini, tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru. Kecuali, pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja.

2. Perspektif Pelanggan

Pernahkah terbayang di dalam benak anda, jikalau ada suatu perusahaan yang sangat pandai sekali dalam membuat suatu produk, namun tidak ada seorang pun yang ingin menggunakan produknya. Apa jadinya? Tentu saja ada kepincangan di dalamnya. Filosofi manajemen pada saat ini begitu menyadari atas pentingnya costumer focus (target penjualan kepada konsumen) dan costumer satisfaction (kepuasan yang didapat oleh konsumen). Dengan kata lain, jikalau ada pelanggan yang tidak puas, maka mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan, meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Ada beberapa hal yang dapat diukur oleh perusahaan di dalam perspektif pelanggan ini, yaitu:

a. Market Share: Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan.

b. Costumer Retention: Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

c. Costumer Acquisition: Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

d. Costumer Satisfaction: Menaksir tingkat kepuasan pelanggan

e. Costumer Profitability: Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

Dalam pengukuran tersebut, diperlukan semacam alat yang dapat dijadikan alat ukur dalam perspektif pelanggan tersebut, antara lain:

· Product atau Service Attributes (jasa perusahaan)

Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga, kualitas dan waktu. Para pelanggan memiliki pilihan yang berbeda–beda atas produk yang ditawarkan. Ada yang mengutamakan fungsi dari produk, kualitas yang baik, harga yang murah maupun waktu yang singkat. Untuk itulah perusahaan harus mengidentifikasi apa yang diinginkan pelanggan atas produk yang ditawarkan.

 

· Costumer Relationship (hubungan dengan nasabah)

Menggambarkan faktor–faktor yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. Kenyamanan sangat mempengaruhi hal ini. Jadi, jikalau pelanggan sudah merasa nyaman diharapkan dapat terjadi hubungan yang baik antara perusahaan dengan pelanggan.

· Image and Reputation (citra perusahaan)

Menyangkut perasaan pelanggan terhadap citra perusahaan. Membangun image dan reputasi yang tercipta dari profesionalitas dapat dilakukan guna menciptakan citra dari perusahaan yang baik.

PROFITABILITAS

PELANGGAN

 

RETENSI

PELANGGAN

KEPUASAN

PELANGGAN

 

AKUISISI

PELANGGAN

               
   
   

PANGSA

PASAR

   
 
 
 
 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. 2. Perspektif Pelanggan: Tolak Ukur Utama

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Analisis proses bisnis internal, memungkinkan manajer perusahaan untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan dan apakah produk dan atau jasa mereka sesuai dengan spesifikasi pelanggan. Yang paling menarik dari perspektif ini adalah perspektif ini harus didesain dengan hati- hati oleh mereka yang paling mengetahui misi perusahaan, yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh konsultan luar karena dalam perpektif ini memungkinkan unit bisnis untuk:[9]

· Memberikan proposisi (keseimbangan) nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran.

· Memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham.

Ada perbedaan dalam perspektif bisnis internal antara pendekatan tradisional dan pendekatan Balanced Scorecard, antara lain:[10]

1. Pendekatan tradisional berusaha untuk mengawasi dan memperbaiki dalam peningkatan proses bisnis yang sudah ada sekarang, sebaliknya, Balanced Scorecard melakukan pendekatan atau berusaha untuk mengenali semua proses yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan strategi perusahaan. Walaupun proses tersebut sama sekali belum pernah dilaksanakan.

2. Dalam pendekatan tradisional, sistem pengukuran kinerja hanya dipusatkan pada bagaimana cara menyampaikan barang atau jasa saja. Sedangkan dalam pendekatan Balanced Scorecard, proses inovasi turut dimasukkan dalam perspektif proses bisnis internal.

Kaplan dan Norton membagi perspektif ini kedalam inovasi, operasi dan layanan purna jual. Ketiga hal tersebut merupakan pedoman dalam pengukuran kinerja di perspektif proses bisnis internal. Ketiga hal tersebut antara lain:

a. Proses Inovasi

Dalam proses inovasi, perusahaan berusaha menggali pemahaman tentang kebutuhan dari pelanggan dan menciptakan produk atau jasa yang mereka butuhkan.

b. Proses Operasi

Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Dalam proses ini terbagi ke dalam dua hal, yaitu:

1. Proses pembuatan produk dan

2. Proses penyampaian produk kepada pelanggan.

c. Proses Pelayanan Purna Jual

Pada proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan, setelah penjualan produk atau jasa tersebut dilakukan. Misal: penanganan garansi atas barang yang masuk.

 

 

Proses Inovasi Proses Operasi ProsesLayanan Purna Jual

Kebutuhan

Pelanggan

Diidentifikasi

Kenali

Pasar

Kenali        Pasar

Ciptakan

Produk/

Jasa

Ciptakan  Produk/  Jasa

Bangun

Produk/

Jasa

Bangun      Produk/      Jasa

Luncurkan

Produk/

Jasa

Luncurkan     Produk/     Jasa

Layani

Pelanggan

Layani     Pelanggan

Kebutuhan

Pelanggan

Terpuaskan

 

 

Gambar 1. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal[11]

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Proses pembelajaran dan pertumbuhan ini dapat dikatakan bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kerja jangka panjang[12], yang merupakan suatu perspektif yang tidak dimiliki oleh perspektif lain, karena dalam perspektif pelanggan, finansial dan bisnis internal mempunyai kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem dan prosedur yang ada pada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Untuk itulah, mengapa perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar.

Dalam perspektif ini, ada beberapa yang dapat dijadikan oleh perusahaan sebagai tolak ukur, antara lain:[13]

a. Employee Capabilities (Kemampuan Pekerja)

Hal yang paling berarti bagi perusahaan adalah bagaimana para pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi. Untuk itu, perencanaan upaya implementasi reskilling pegawai yang menjamin kecerdasan dan kreativitasnya dapat dimobilisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

b. Information System Capabilities (Kemampuan Sistem Informasi)

Walau bagaimanapun juga, sebaik-baik keahlian pegawai masih diperlukan sistem informasi yang terbaik. Dengan kemampuan yang memadai maka kebutuhan selurh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu akan dapat dipernuhi dengan sebaik-baiknya.

c. Motivation, Empowerment and alignment (Motivasi, pemberdayaan dan keselarasan)

Dalam hal ini sangat penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi para pegawai, agar para pegawai mempunyai wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan.

 

Hasil

Kepuasan

Kerja

Produktivitas

Pekerja

Retensi

Pekerja

Iklim Untuk bertindak

Infrastruktur

Teknologi

Kompetensi

Staf

 
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan[14]

C. ANALISIS SWOT (STRENGTHS, WEAKNESSES, OPPORTUNITIES DAN THREATS) BERDASARKAN MATRIKS DAMPAK SILANG (CROSS IMPACT MATRIKS)[15]

Analisis SWOT, merupakan analisis yang terdiri dari beberapa faktor, diantaranya adalah Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan), Opportunities (kesempatan) dan Threats (tantangan). Analisis ini turut dicantumkan di dalam skripsi ini, karena analisis SWOT ini dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk melengkapi analisis kinerja bagi perusahaan, salah satunya dapat digunakan sebagai pelengkap bagi analisis Balanced Scorecard. Karena di dalam analisis SWOT berisi strategi untuk membaca segala macam faktor kekuatan yang ada di dalam perusahaan dan menjadikan segala macam kelemahan perusahaan menjadi sebuah hal yang baik, karena dapat diketahui sejak dini dengan merubahnya menjadi hal yang dapat diperkecil bahkan dihilangkan. Begitu pula, segala macam tantangan yang ada di luar perusahaan dicoba untuk diketahui sejak dini kemudian dijadikan sebagai masukan bagi perusahan demi kemajuan perusahaan tersebut. Analisis SWOT, juga dijadikan sebuah alat untuk membaca sebuah peluang yang berada di lapangan, untuk segera dibuatkan strategi yang tepat, agar peluang tersebut dapat bermanfaat bagi perusahaan, dalam hal ini pegadaian syari’ah.

Analisis SWOT berdasarkan Matriks Dampak Silang (Cross Impact Matrix) merupakan analisis yang dikembangkan oleh Derek F. Channon berdasarkan suatu matriks yang terdiri atas kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan yang dapat diidentifikasi dari data dan informasi yang ada. Dalam hubungan ini, akan terlihat beberapa dari kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan yang paling fundamental. Hal itu semua, nantinya akan terlihat bobot dampak yang berbeda-beda. Bobot tersebut ditentukan berdasarkan hasil evaluasi faktor-faktor yang bersangkutan untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Yang nantinya, dari dampak-dampak tersebut kita akan dapat menyimpulkan aspek-aspek perusahaan mana yang merupakan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan tantangan yang ada di perusahaan. Baru setelah itu akan dibuat bagaimana dengan segala kekuatan dan peluang yang ada dapat meningkatkan laba, yang terangkum dalam perspektif finansial, serta bagaimana dengan kelemahan dan tantangan yang ada dapat tetap memperthankan pelanggannya yang terangkum dalam perspektif pelanggan, begitu juga dengan perspektif pembelajaran maupun pertumbuhan serta proses bisnis internal.

D. TENTANG GADAI SYARI’AH

  1. Pengertian Gadai Syari’ah

Dalam kitab Undang-Undang hukum perdata, pasal 1150, gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Dimana barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang mempunyai hutang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai hutang tersebut.

Menurut Syekh Abu Syuja’ [16] :

وَكُلُّ مَا جَا زَ بَيْعَهُ جَا زَرَهْنُهُ فِىْ ا لدُّ يُون ِاِ ذ َا ْسََتًقًََرَََََََّ ُثبُوْ ُتهَا ا لذ ِّمَّهِ

” Semua barang yang boleh dijual juga boleh digadaikan sebagai jaminan hutang, apabila hutang tersebut sudah pasti menjadi tanggungan peminjam”.

Kata rahnun (gadaian) dari segi bahasa berarti tsubutun (tetap), ada yang mengartikan ihtibatsun (menahan). Hal ini sesuai dengan firman Allah:

‘@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoY‹Ïdu‘ ÇÌÑÈ

Yang artinya: “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang Telah diperbuatnya” (Q. S Al Mudatsir: 38).

Sedangkan menurut syara’, rahn adalah menjadikan harta sebagai kepercayaan atau penguat hutang.[17] Menurut Imam Abu Zakaria al Anshary dalam kitabnya fathul wahab beliau mendefinisikan rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu utang yang dapat dibayarkan dari harga benda apabila hutang tersebut tidak dapat dibayar.

  1. Landasan Hukum Gadai Syari’ah

Tercantum dalam firman Allah SWT, dalam Q. S Al Baqarah: 283

* bÎ)ur óOçFZä. 4’n?tã 9xÿy™ öNs9ur (#r߉Éfs? $Y6Ï?%x. Ö`»yd̍sù ×p|Êqç7ø)¨B ( ÷bÎ*sù z`ÏBr& Nä3àÒ÷èt/ $VÒ÷èt/ ÏjŠxsã‹ù=sù “Ï%©!$# z`ÏJè?øt$# ¼çmtFuZ»tBr& È,­Gu‹ø9ur ©!$# ¼çm­/u‘ 3 Ÿwur (#qßJçGõ3s? noy‰»yg¤±9$# 4 `tBur $ygôJçGò6tƒ ÿ¼çm¯RÎ*sù ÖNÏO#uä ¼çmç6ù=s% 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÒOŠÎ=tæ ÇËÑÌÈ

Yang artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjaka (QS. Al Baqarah:).

Disebutkan pula dalam hadits Bukhari dan lainnya yang diriwayatkan dari Aisyah,

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ لله عَنْهَا أَنَّ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيًّ اِلىَ أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدِ[18].

Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang Yahudi di Madinah dan menjaminkan kepadanya baju besi ”(HR.Bukhari)

3. Rukun Gadai Syari’ah

Dalam menjalankan transaksi, pegadaian syari’ah harus memenuhi rukun gadai syari’ah. Rukun tersebut antara lain:

a. Rahin (Orang Yang Menggadaikan)

Yaitu orang yang telah dewasa, berakal, bias dipercaya dan memiliki barang yang akan digadaikan.

b. Murtahin (Orang Yang Menerima Gadai)

Yaitu orang, bank atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal dengan jaminan barang.

 

 

f. Al Marhun (Barang Yang Digadaikan)

Yaitu barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan pinjaman.

g. Al Marhun Bih (Utang)

Yaitu sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya taksiran marhun.

h. Sighat

Yaitu kesepakatan antara rahin dengan murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

  1. Syarat Gadai Syari’ah[19]

a. Rahin dan Murtahin mempunyai syarat sebagai berikut:

Pihak rahin dan murtahin harus aqil balig (berakal dan sudah dewasa) serta mampu. Mampu juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan transaksi kepemilikan.

b. Sighat mempunyai syarat sebagai berikut:

Sighat tidak boleh terikat dengan suatu syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu di masa depan.

c. Marhun Bih (Hutang) mempunyai syarat sebagai berikut:

· Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada pemiliknya.

· Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan maka tidak sah.

· Barang tersebut harus dapat dihitung jumlahnya.

d. Marhun (Barang) mempunyai syarat sebagai berikut:

· Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih (hutang).

· Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan.

· Harus jelas keadaan fisiknya.

· Harus secara sah dimiliki oleh rahin.

  1. Akad Perjanjian Transaksi Gadai[20]

Pada dasarnya, akad perjanjian dalam transaksi gadai secara syari’ah berjalan di atas dua akad, yaitu:

a. Akad Ijarah

Akad ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada beberapa kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa kompensasi.

Dalam gadai syari’ah, yang menerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat penyimpanan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Pemilik yang menyewakan disebut muajjir (pegadaian syari’ah) dan sesuatu yang dapat diambil manfaatnya disebut mahor, sedangkan kompensasi atau balas jasa disebut ajran atau ujroh.

b. Akad Rahn Itu Sendiri

Akad rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya. Jadi, dengan akad ini pihak pegadaian syari’ah menahan barang milik nasabah sebagai jaminan atas hutangnya.

Yaitu dengan ciri-ciri memenuhi yang ada pada rukun gadai, antara lain:


· Ada rahin

· Ada murtahin

· Ada marhun

· Ada marhun bih

· Ada sighat


c. Akad Qardul Hasan

Yaitu akad yang dilakukan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasabah (rahin) akan memberikan biaya upah atau fee kepada Pegadaian Syari’ah (murtahin) yang telah menjaga atau merawat barang gadaian (marhun).


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka,1997), Cet ke 9, h. 22

[2] Veithzal Rivai dan Ahmad fawzi Basri, Performance Appraisal. System yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan, (Jakarta, Rajawali Press, 2005), h. 15

[3] Ikatan Akuntansi Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, (Jakarta, Salemba Empat, 2002), h. 5

[4] Richard L. Lynch & Kelvin F. Cross, Performance Measurement System, Handbook of Cost Management, Peny. Barry Brinker( New York,Warren Gorham Lamont, 1993), Edisi ke-3, h. 328

[5] Paul R. Niven, Balanced Scorecard Diagnostics. Mempertahankan Kinerja Yang Maksimal, (Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2007), h. 18

[6] Olve Roy & Wekker, Performance Business: A Practical Guide to Using The Balanced Scorecard, (Chicester, John Wiley & Son, 1999), h 16

[7]Sony Yuwono, Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard, h. 13

[8]Robert S. Kaplan dan David P. Norton, h. 48

[9]Robert S. Kaplan & David P. Norton, h. 24

[10]Thomas Secakusuma, Perspektif Proses Internal Bisnis Dalam Balanced Scorecard, 1997, h. 8-9

[11]Diadaptasi dari: Robert S. Kaplan dan David P. Norton, h. 96

[12]Ibid., h. 25

[13]Robert S. Kaplan & David P. Norton, h.127

[14]Diambil dari Robert S. Kaplan & David P. Norton, h. 129

[15]Sukristono, Perencanaan Strategis Bank, Edisi kedua, (Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1995), h. 237

[16] Al Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al Husaini, Kifayatul Akhyar jilid 2, Penerjemah Achmad Zaidun dan A. Ma’ruf Asrori, (Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1997) h. 58

[17] Ibid., h. 59

[18] Muhammad Nashirudin Al-Albani, Mukhtasar Shahih Muslim, (Jakarta, Pustaka Azzami, 2003), Cet-1, h. 969

[19]Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah Deskripsi&Ilustrasi, Edisi 2, (Yogyakarta, Ekonosia, 2003), h. 158

[20] Ibid., h.161

Januari 12, 2008 Posted by | Skripsi | Tinggalkan komentar

Guru Agama Islam

  1. Pengertian Guru Agama Islam

Guru adalah orang yang tugasnya mendidik baik di dalam maupun diluar sekolah, karena itu guru juga disebut pendidik.

Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya ( mata pencahariaanya) mengajar.[1] Menurut beberapa tokoh pendidikan seperti Muh. Uzer Usman mendefinisikan guru sebagai jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Menurut Irsyat guru adalah jabatan profesi yang mengabdikan jasanya dalam dunia pendidikan.[2] Guru agama Islam adalah aparat fungsional secara langsung melaksanakan tugas mengajar mata pelajaran pendidikan agama islam di sekolah umum sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang telah ditetapkan.[3]

Guru agama Islam mempunyai tugas dan tanggung jawab ganda yaitu selain mengajar dan membelajarkan pengetahuan agama Islam kepada siswa, ia juga bertanggung jawab membina dan mengarahkan kepribadian siswa agar menjadi anak yang bertaqwa, saleh berkepribadian luhur dan sopan santun. Demikian pentingnya pendidikan dan beratnya tugas guru agama, maka guru agama membekali dirinya dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan ilmu yang dapat membantunya dalam melaksanakan tugas yang mulia itu. Setiap guru agama yang berkualitas menguasai ilmu pendidikan dan psikologi yang berkaitan dengan pertumbuhan jiwa dan perkembangan jiwa siswa sehingga olehnya dapat di emban dengan lancar, menarik dan berhasil dengan baik.[4]

2. Syarat – syarat menjadi Guru Agama Islam

Tidak sembarangan seorang dapat menduduki profesi guru agama, hal ini disebabkan oleh beratnya kewajiban dan tangung jawab yang dipikulnya, terutama tugas mendidik dan mengajar agama kepada siswa. Untuk menjadi guru agama yang baik tidaklah mudah karena memerlukan syarat sebagai berikut :

a.1. Syarat umum

1) Bertaqwa kepada Allah.

2) Beriman.

3) Sehat jasmani.

4) Berakhlak mulia.

 

 

Berakhlak mulia bagi guru adalah :

1) Mencintai jabatannya sebagai guru.

2) Bersikap adil terhadap siswa.

3) Berlaku sabar dan tenang.

4) Berwibawa.

5) Bergembira.

6) Bersifat manusiawi.

7) Mampu bekerjasama dengan guru – guru lain.

8) Mampu bekerja sama dengan masyarakat. [5]

b. 2. Syarat formal

1) Mengikuti dan berijazah pendidikan formal.

2) Mengikuti dan mempunyai surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan (STTPL) kedinasan.

3) Guru agama sehat jasmani dan rohani.[6]

c. 3. Syarat non formal

1) Memiliki loyalitas terhadap pemerintah.

2) Berakhlak mulia.

3) Memiliki dedikasi terhadap tugasnya sebagai guru agama

 

 

Ditegaskan lagi oleh H.M.Arifin yang dikatakan bahwa syarat guru agama menurut islam adalah sebagai berikut :

1) Ia orang beragama

2) Mampu bertangung jawab atas kesejahteraan agama

3) Ia memiliki panggilan hati nurani .[7]

d. 4. Syarat keguruan

1) Menguasai ilmu yang akan diajarkan.

2) Mengerti ilmu didaktika dan tahu cara mengajar (metodik).[8]

3. Tugas Pokok Guru Agama Islam

Guru agama mempunyai banyak tantangan antara lain ia berkewajiban menjaga perasaan siswanya, sabar dalam melaksanakan tugas, mempunyai perhatian yang sama kepada seluruh siswa, mampu memberikan materi pendidikan agama Islam secara tepat, mampu mendorong siswanya mencapai tujuan, menegur dan menilai hasil belajar. Guru agama berkemampuan memahami pola pikir siswanya karena siswa merupakan salah satu komponen dalam proses belajar dan pembelajaran.

Sebagaimana diketahui bahwa tugas profesi guru termasuk guru pendidikan agama Islam adalah pengajar, pendidik, pelatih, penilai proses hasil belajar dan pembelajaran yang merupakan satu kesatuan dari seluruh komponen pembelajaran. Di bawah ini dikemukakan komponen pembelajaran, yaitu:

a. Guru sebagai pengajar

Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam mengelola bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya kepada siswa sesuai dengan pedoman dan petunjuk akademik.

Sebuah kegiatan dapat dikatakan sebagai tindakan mengajar jika kegiatan itu didasarkan rencana yang matang dan teliti. Rencana itu disusun untuk menimbulkan kegairahan belajar dengan baik pada siswa”.[9]

Dalam proses belajar dan pembelajaran yang pertama kali dilakukan adalah merumuskan tujuan Instruksional Khusus ( TIK) yang hendak dicapai, menentukan materi pelajaran yang akan disajikan, menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan sehingga semua materi yang dibelajarkan dapat diterima siswa. Dalam pembelajaran ia menggunakan alat peraga yang dapat digunakan untuk memperjelas dan mempermudah siswa menerima materi pelajaran tersebut.

Langkah yang terakhir adalah menentukan alat evaluasi yang dapat mengukur tercapai tidaknya tujuan sebagai feedback bagi guru dalam upaya meningkatkan kualitas mengajarnya maupun kuantitas belajar siswa. Tujuan belajar yang hendak dicapainya diusahakan secara maksimal dengan tindakan – tindakan pedagogis.

 

 

Prinsip – prinsip metode mengajar diantaranya sebagai berikut :

1) Setiap metode mengajar senantiasa bertujuan, artinya pemilihan dan penggunaan suatu metode mengajar berdasarkan pada tujuan yang hendak dicapai.

2) Pemilihan suatu metode mengajar mampu memberi kesempatan belajar bagi siswanya.

3) Metode mengajar dapat dilaksanakan lebih efektif apabila dibantu oleh alat bantu mengajar.

4) Didalam pengajaran tidak ada suatu metode mengajar yang dianggap paling baik dan paling sempurna, metode yang baik bila dapat mencapai tujuan belajar.[10]

Guru agama dalam melaksanakan tugasnya berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi siswa, dan berusaha lebih terampil dalam memecahkan masalah. Di bawah ini dikemukakan perangkat tugas guru agama di kelas yaitu:

1) Menghubungkan materi pembelajaran dengan sesuatu yang sedang dipelajari siswa dengan sesuatu yang telah diketahui, sehingga memberikan tambahan pengalaman kepada siswa.

2) Mendefinisikan secara jelas kenapa ilmu pengetahuan tertentu yang diajarkan, misalnya tentang ibadah.

3) Membahas masalah yang telah dipelajari bagian demi bagian sehingga jelas bagi siswa.

4) Mensintesiskan bagian – bagian yang telah dibahas ke dalam suatu konsep yang utuh sehingga memiliki arti yang jelas, yaitu hubungan antara bagian yang satu dan yang lain sehingga jelas.

5) Mengajukan beberapa pertanyaan yang berarti kepada siswa.

6) Mereaksi atau menanggapi pertanyaan siswa.

7) Mendengarkan dan memahami siswa dan berusaha menyederhanakan setiap masalah, sehingga tidak menyulitkan siswa.

8) Menciptakan kepercayaan diri kepada seluruh siswa tentang ilmu dan keterampilan yang telah dibelajarkan kepada mereka.

9) Memberikan pandangan yang bervariasi yaitu melihat bahan yang dipelajari dari berbagai sudut pandang sehingga jelas dan dikuasai siswa.

10) Menyesuaikan metode pembelajaran yang digunakan dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa serta menghubungkannya materi baru yang dipelajari.[11]

Seorang guru agama memiliki peranan yang sangat penting dalam Islam, sebagaimana yang dikemukakan dalam salah satu Hadits Rosulullah Saw yang diriwayatkan oleh Imam Tarmuzi sebagai berikut:

إِنَّ الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَمَلاَ ئِكَةِ وَأَهْلِ سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضِهِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى حُجْرِ هَا وَحَتَّى الْحُوْ تَ فِي اْلبَحْرِ لِيُصَلُّوْنَ عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسَ الْخَيْر)رواه الترمذي (

 

Artinya : “Sesungguhnya Allah SWT, Malaikat, penghuni- penguhuni langit dan bumi –Nya, termasuk semut dalam lubang – lubangnya dan termasuk ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang – orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” ( HR. Tarmuzi ).[12]

b. Mendidik

Mendidik adalah kegiatan guru dalam memberi contoh, tuntunan, petunjuk dan keteladanan yang dapat ditiru siswa untuk diamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan uraian di atas maka seorang guru agama yang profesional tentu:

1) Mampu merumuskan tujuan yang ingin dicapai

2) Memahami dan menghayati tugas dan profesi sebagai guru agama

3) Mampu menjadikan orang tua kedua di sekolah.

4) Memiliki sifat – sifat terpuji dan menjauhkan diri dari sfat – sifat tercela.[13]

c. Melatih

Melatih adalah kegiatan yang di lakukan guru membimbing, memberikan contoh dan petunjuk praktis yang berkaitan dengan gerakan, ucapan dan perbuatan lainnya dalam upaya mengembangkan aspek psikomotorik (keterampilan) siswa. Dalam kegiatan melatih ini juga terdapat proses mengajar dan mendidik.[14]

Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intektual maupun motorik sehingga menuntut guru agama untuk bertindak sebagai pelatih. Dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, kepada semua guru selalu memberi latihan kepada siswa agar mereka menguasai kompetensi dasar, dan mahir dalam keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi yang standar. Guru berperan sebagai pelatih yang bertugas melatih siswa dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi siswa masing – masing.

Pelatihan yang dilakukan yaitu berorientasi kepada kompetensi dasar dan materi standar, guru juga berkewajiban memperhatikan perbedaan individu siswa dan lingkungannya.

d. Melakukan evaluasi

Menilai adalah salah satu profesi guru untuk mengukur dan mengetahui tingkat keberhasilan proses dan hasil belajar dan pembelajaran dikelas. Penilaian dapat di lakukan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, di samping penilaian hasil yang dilakukan pada akhir kegiatan belajar dan pembelajaran. [15]

Penilaian atau evaluasi merupakan aspek pembelajaran yang kompleks, karena melibatkan latar belakang dan hubungan serta variabel lain yang mempunyai hubungan dengan materi yang dibelajarkan. Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, dan proses untuk menentukan tingkat tercapainya tujuan pembelajaran oleh siswa dan oleh guru. Proses penilaian dilaksanakan dengan prinsip adil dan valid sesuai dengan bentuk tes atau non tes, yang digunakan prosedur yang jelas yang meliputi tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.

Penilaian yang dilakukan sangat erat kaitannya dengan hal – hal sebagai berikut yaitu :

(1). Memahami dengan jelas pengertian, tujuan dan fungsi penilaian

(2). Memahami dengan jelas prinsip – prinsip penilaian

(3). Menguasai dengan baik jenis, teknis dan cara penilaian

(4). Menguasai dengan baik penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa

(5). Memahami dengan jelas standar penilaian.[16]

Dengan melakukan penilaian, guru dapat mengetahui tingkat kemajuan belajar siswanya, menempatkan mereka dalam situasi belajar yang tepat sehingga diperoleh umpan balik (feed back) dari kegiatan belajar mengajar yang di lakukan bagi guru yang bersangkutan.

Yaitu menilai diri sendiri, baik sebagai perencana, pelaksana maupun menilai sebagai program pembelajaran. Guru agama yang profesional tentu memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian sebagai mana memahami hasil belajar. Sebagai perancang dan pelaksana program, guru memerlukan umpan balik dari siswanya untuk menentukan apakah program yang direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik karena penilaian bukan tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan.

4. Kompetensi Guru

Untuk menjadi guru yang profesional tidaklah mudah, karena ia dituntut memiliki berbagai kompetensi keguruan. Kompetensi yakni kewenangan dan kemampuan melaksanakan profesinya sebagai guru. Kompetensi dasar (Based cpompetence) guru di tentukan oleh tingkat kepekaannya terhadap siswa. Potensi merupakan kemampuan untuk memproses semua rangsangan yang datang darinya.[17] Kompetensi berasal dari Bahasa Inggris yaitu Competency atau Competence berarti “kemampuan, wewenang atau kecakapan”.[18]

 

 

 

 

Istilah kompetensi memiliki banyak pengertian sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:

a. Menurut Broke dan Stone kompetensi merupakan gambaran sebenarnya kualitatif dari prilaku guru yang sangat berarti.[19]

b. Menurut Ngalim Purwanto kompetensi merupakan segala kemampuan yang harus dimiliki oleh guru ( misalnya sifat dan kepribadian) sehingga guru dapat melaksanakan tugasnya dengan benar. [20]

c. Menurut Aminudin Rasyad kompetensi merupakan kemampuan berdasarkan keahlian yang dituntut dan dipelajari dalam jangka waktu tertentu di lembaga pendidikan tinggi, sehingga tugas yang diemban dapat dilaksanakan secara efektif dan bermakna.[21]

Untuk menggunakan metodologi pembelajaran dengan baik dan tepat, maka setiap guru dituntut mengusai kompetensi guru yang dia anggap sebagai profil kemampuan dasar bagi seorang guru, kesepuluh kompetensi guru adalah sebagai berikut :

1. Mampu mengusai materi pembelajaran yang diajarkan ( Mastery of subjeck Matter )

2. Mampu mengelola program belajar mengajar ( Managing the teaching learning program)

3. Mampu mengelola kelas ( Managing the Class Room )

4. Mampu menggunakan media dan sumber belajar ( Managing the media and Teaching Learning Resources)

5. Mampu menggunakan landasan kependidikan ( Managing the Basic of Education)

6. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar ( Managing the Teaching Learning Interaction)

7. Mampu menilai prestasi peserta didik ( Managing to Evaluate the Student’s achievement )

8. Mampu mengenali fungsi program bimbingan dan penyuluhan ( Managing the function of Guidance and Counselling)

9. Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah (Managing the School Administration )

10. Mampu menguasai prinsip – prinsip penelitian ( Master of basically research) dan menafsirkannya ( interpretation).[22]

Gagasan Norma mengenai Taksonomi kompetensi guru meliputi :

a. Kompetensi guru mengenai jiwa siswa

b. Kompetensi guru untuk merencanakan pengajaran

c. Komptensi guru untuk menampilkan / melaksanakan proses belajar mengajar

d. Kompetensi guru dalam menyelenggarakan / menjalankan kewajiban yang terkait dengan administrasi sekolah

e. Kompetensi guru dalam melaksanakan komunikasi

f. Kompetensi guru dalam mengembangkan keterampilan pribadi. [23]

Setiap guru dituntut mampu untuk memahami fungsinya karena keberadaanya di depan kelas sangat berpengaruh terhadap cara bertindak dan berbuat dalam menunaikan pekerjaannya sehari – hari disekolah. Pengetahuan dan pemahaman tentang kemampuan guru, akan mendasari pola kegiatannya dalam melaksanakan profesi sebagai guru termasuk guru agama.

Dengan kata lain, kompetensi guru tidak terlepas dari kualitas, wewenang dan tindakan profesional guru itu sendiri dalam profesinya. Dengan demikian, kompetensi guru dalam melaksanakan kewajiban – kewajibannya secara bertanggung jawab.[24] Sehubungan dengan upaya dan peran guru agama dalam mengatasi perilaku menyontek siswa adalah segala usaha atau kemampuan guru agama yang dapat mengatasi perilaku menyontek, ia dituntut mengoptimalkan peranannya sebagai Pembina dan pembimbing sehingga mampu membentuk akhlak siswanya atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap, mandiri, berguna bagi agama Nusa dan Bangsa, terutama untuk kehidupan masa depannya.

 

B. Perilaku Menyontek Sebagai Sikap Menghadapi Ujian

1. Pengertian dan pembentukan sikap

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Sikap adalah “ perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pendirian [25] Sikap yang dalam Bahasa Inggris disebut Attitude adalah segala suatu yang bereaksi terhadap suatu perangsang.[26]

Dalam arti sempit sikap adalah pandangan atau kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987), sikap (Attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang.[27] Sedangkan menurut Sherif ( 1956) mengartikan sikap dengan sejenis motif sosiogonis yang di peroleh melalui proses belajar.[28] atau kemampuan internal yang berperan sekali mengambil tindakan, lebih – lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak dan bersedia beberapa alternatif. Sikap juga suatu individu-individu yang tidak hanya mempunyai gambaran mengenai objek dan subjek disekelilingnya, yang mempunyai perasaan terutama berkaitan erat dengan kebutuhan yang di miliki tiap-tiap individu.[29]

Sikap pada aspek afektif merupakan aspek yang menentukan seseorang bertindak, karena kemauan atau kerelaan bertindaklah yang menentukan seseorang berbuat sesuai dengan sikap yang dimilikinya. Namun demikian aspek yang yang lainnya ikut mempengaruhinya.

Sikap dapat didefinisikan sebagai kesiapan sesorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal – hal tertentu Adapun pembentukan dan perubahan sikap dapat dilakukan melalui empat macam cara : [30]

a Adopsi, yaitu kejadian – kejadian atau peristiwa yang terjadi berulang – ulang dan terus menerus lama kelamaan secara bertahap diserap ke dalam diri individu dan mempengaruhi pembentukan sikap.

b. Diferensiasi, yaitu dengan perkembangan intelegensi, bertambahnya pengalaman sejalan bertambahnya usia, maka ada hal yang tadinya dianggap sejenis, kemudian dipandang tersendiri lepas dari jenisnya.

c. Integrasi, yaitu pembentukan sikap, disini secara bertahap dimulai dari berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya berbentuk sikap mengenai hal tersebut.

d. Trauma, yaitu pengalaman yang tiba – tiba, mengejutkan, meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman yang traumatis dapat juga terbentuknya sikap.[31]

Pembentukan sikap tidak terjadi demikian saja, melainkan melalui proses tertentu, melalui kontak sosial terus menerus antara individu dan individu dan orang di sekitarnya.

2. Pengertian Menyontek Dalam Pelaksanaan Ujian

Menyontek memiliki arti yang beraneka macam, akan tetapi biasanya dihubungkan dengan kehidupan sekolah, khususnya bila ada ulangan dan ujian. Biasanya usaha menyontek dimulai pada waktu ulangan dan ujian akan berakhir, namun demikian tidak jarang usaha tersebut telah dimulai sejak ujian dimulai. [32]

Walaupun kata menyontek telah dikenal, sejak lama namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tersebut tidak dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek baru ditemukan pada kata jiplak menjiplak yaitu mencontoh atau meniru ( tulisan pekerjaan orang lain ).[33]

Dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia istilah menyontek memiliki pengertian yang hampir sama yaitu “ Tiru hasil pekerjaan orang lain”. [34] Maka dapat disimpulkan menyontek dalam pelaksanaan ujian adalah mengambil jawaban soal – soal ujian dari cara – cara yang tidak dibenarkan dalam tata tertib ujian seperti : dari buku, catatan, hasil pemikiran temannya dan media lain yang kemudian disalin pada lembar jawaban ujian pada saat ujian berlangsung.

Faktor – faktor Penyebab siswa menyontek saat melaksanakan ujian dan ulangan antara lain adalah : [35]

a. Tekanan yang terlalu besar yang diberikan kepada “hasil studi” berupa angka dan nilai yang diperoleh siswa dalam test formatif atau sumatif

b. Pendidikan moral baik di rumah maupun di sekolah kurang diterapkan dalam kehidupan siswa

c. Sikap malas yang terukir dalam diri siswa sehingga ketinggalan dalam menguasai mata pelajaran dan kurang bertanggung jawab

d. Anak remaja lebih sering menyontek dari pada anak SD, karena masa remaja bagi mereka penting sekali memiliki banyak teman dan populer di kalangan teman- teman sekelasnya

e. Kurang mengerti arti dari pendidikan

Dari beberapa faktor penyebab di atas, dapat dikatakan siswa memiliki masalah di sekolah dan konsep diri yang rendah. Maka sebagai guru agama berkewajiban memberikan motivasi siswa yang menyontek saat ujian dan ulangan dengan membiasakan bersikap jujur dalam setiap perbuatan yang dilakukan siswanya dan membangkitkan konsep percaya diri dan berusaha diri yang lebih baik.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam setiap kegiatan secara maksimal guru agama Islam dalam memahami masalah siswa, menurut Muhaimin dan Abd. Mujib adalah sebagai berikut:

1. Siswa bukanlah miniatur orang dewasa, ia mempunyai dunia sendiri sehingga metode belajar mengajar tidak boleh disamakan denagan orang dewasa.

2. Siswa mengikuti periode- periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Implimintasi terhadap pendidikan adalah bagaimana menyesuaikan proses pendidiakn itu dengan pola dan tempo, serta irama dan perkembangan siswa itu sendiri.

3. Siswa memiliki kebutuhan dan menuntut untuk memenuhi kebutuhan itu semaksimal mungkin.

4. Siswa memiliki perbedaan antara individu – individu dengan individu yang lain, baik perbedaan yang disebabkan faktor endogen ( fitrah) maupun eksogen ( lingkungan) yang meliputi segi jasmani, intelegensi, sosial, bakat, minat dan lingkungan yang mempengaruhinya.

5. Siswa dipandang sebagai kesatuan sistem manusia ( cipta, rasa ,karsa).

6. Siswa merupakan objek pendidikan yang aktif dan kreatif serta produktif.[36]

 

3. Cara Mengatasi Perilaku Menyontek

Meskipun tenaga pengajar harus mengambil tindakan untuk mempertahankan dan mengembangkan pola perilaku dipihak siswa yang mendukung belajar disekolah, namun ia akan tetap dihadapkan pada perilaku yang menghambat dan di fromokasikan dengan siswa yang menganggu dan mengancam.

Pada saat ini, tidak dapat disangkal bahwa guru dikelas kerap ditantang untuk mengatasi tingkah laku sejumlah siswa yang deskruftif, lebih – lebih dikota besar. Gejala umum ini bersumber pada berbagai faktor penyebab,yaitu runtuhnya disiplin hidup bersama dalam masyarakat, menipisnya kesadaran dan tanggung jawab sosial banyak kalangan, suasana sekolah yang kurang memberikan kepuasan pada siswa, rasa ketertiban sebagai tenaga kependidikan dipihak sejulah guru yang mengendor.[37] Guru sebagai orang terdekat dalam pembelajaran disekolah, memiliki tanggung jawab membimbing siswa. Tindakan guru pada umumnya dalam pelaksanaan ujian dan ulangan dengan memberikan penguatan dan peneguhan terhadap sikap dan perilaku mereka yang positif, dimana mereka berusaha sendiri menyelesaikan tugasnya dengan baik dan tertib.

Namun bila tidak ada perilaku positif yang dapat diberikan penguatan dan peneguhan maka dibutuhakan pendekatan lain yaitu:

a. Cuing Promping, yaitu siasat memberikan tanda, guru menyajikan suatu perangsang yang berfungsi sebagai pemberitahuan bahwa siswa diharapkan berbuat sesuatu yang sebenarnya dapat mereka lakukan, tetapi belum dilakukan.

b. Model, yaitu guru memberikan model yang ditiru oleh siswanya.

c. Shaping, yaitu membuat tingkah laku secara berlahan – lahan, yaitu setiap tingkah laku siswa, seperti mengatur buku, menyapa guru atau teman, cara ini memerlukan kesabaran yang sangat dari guru.

Adapun tindakan kuratif guru, berlaku bagi siswa yang sudah terbiasa dengan contek mencontek, dengan memberikan peringatan . bentuk kongkrit dari peringatan dapat bermacam- macam, yaitu :

1. Teguran Verbal, yaitu mendekati siswa tertentu dengan berbicara suara kecil sehingga tidak terdengar oleh teman sekelas.

2. Mengambil suatu hal yang digemari atau disukai siswa, seperti mengikuti kegiatan tertentu atau menyerahkan benda yang dipegangnya.

3. Mengisolasi siswa dari teman – temannya untuk waktu tidak terlalu lama, seperti memindahkannya diruang kosong atau tempat yang jarang dilalui orang.

Jadi dari bentuk tindakan guru yang telah dipaparkan, guru dapat membantu siswanya untuk meninggalkan kebiasaan menyontek dalam ujian atau ulangan dengan berusaha. [38]

a. Membentuk hubungan saling menghargai antara guru –siswa, serta menolong murid bertindak jujur dan tanggung jawab.

b. Membuat dan mendukung peraturan sehubungan dengan menyontek, karena siswa memahami peraturan dari tindakan guru.

c. Mengembangkan kebiasaan dan keterampilan belajar yang baik dan menolong siswa merencanakan, melaksanakan cara belajar siswa.

d. Tidak membiarkan siswa menyontek jika hal tersebut terjadi dalam kelas dengan teguran atau cara lain yang pantas dengan perbuatannya, sebagai penerapan disiplin.

e. Menekankan “ Belajar” lebih sekedar mendapat nilai, yaitu membantu siswa memahami arti belajar sebagai suatu tujuan mereka sekolah, dan nilai akan berarti bila murni dengan kemampuan siswa sendiri.

f. Bertanggung jawab merefleksikan “kebenaran dan kejujuran”, yaitu guru menjadikan diri sebagai teladan siswa dalam menanamkan nilai kebenaran dan kejujuran.

g. Menggunakan test subjektif sebagai dasar proses ulangan dan ujian.


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1999), h.123

[2]H.M Irsyad Juwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, ( Jakarta : Karsa Utama Mandiri, 1998 ), h. 20

[3] H.M Irsyad Juwaeli, Pembaharuan Kembali Pendidikan Islam, Op Cit, h. 31

 

[4] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, ( Jakarta : Bulan Bintang, 2003 ), h. 125

 

[5] Departemen Agama RI, Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Multiasa, 1986 ), h. 35

[6] Ibid, h. 37

[7] H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Agama Di Lingkungan Dan Keluarga, cet, ke – 1, h.108

 

[8] Ibid 109

[9] Team Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya , Metodik Kurikulum Proses Belajar Mengajar, ( Jakarta, PT. Grafindo Persada, 1995), Cet, I, h. 135

[10] Oemar Hamalik, Pengajaran Unit Pendekatan Sistem, ( Bandung : Mandar Maju, 1989 ), h. 98

[11] E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 2005 ), h. 59

[12] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, ( Bandung: Pustaka Setia, 1998) Cet, ke-2,h. 82

[13] Hajirja Paraba, Wawasan Tugas dan Pembina Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT. Frika Agung Insani, 2000), h.13

[14] Ibid, h. 11

[15] Syafrudin Nurdin dan M. Basyirudin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,( Jakarta: Ciputat Press, 2003), Cet. Ke-2, h. 24

[16] Hajirja Paraba, Op Cit, h. 14

[17] Muhaimin Dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik Dan Kerangka Dasar, ( Bandung : Trigenda Karya, 1993 ), cet. 1, h. 170

[18] John M. Echols Dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utam, 1996). Cet. XXIII, H. 132

[19] M. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997), Cet VIII, h. 19

[20] Heri Jauhari, Fiqih Pendidikan, ( Bandung : PT Remaja Rosda Karya ), h. 151

[21] Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, ( UHAMKA Press, Jakarta 2003 )h.117

[22] Aminudin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Op Cit h. 116

[23] Balnadi Satadipura, Kompetensi Guru Dan Kesehatan Mental, ( Bandung : Angkasa, 1984 ), cet. 1, h. 1

[24] M.K. Rustiyah, Kompetensi Mengajar dan Guru, ( Jakarta : Masco, 1979), cet. I, h. 17

[25] Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1999 ), cet. 10, h. 983

[26] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet.19 , h. 140

[27]Muhibbin Syah, Psikologi Suatu Pendekatan Baru, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995 ), Cet. II, h. 120

[28] Mahmud, Psikologi Pendidikan Mutakir, ( Bandung : Sahifa, 2005), h. 60

[29] Samsunu Wiyati dan Lieke Indiningsih, Perilaku Manusia Pengantar Simgkat Tentang Psikologi, ( Bandung : PT. Rafika Aditama , 2006), Cet I, h. 102

[30] Sarlito Wirawan Warsono, Pengantar Umum Psikologi, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1976 ), Cet. 6, h. 93

[31] Ibid, h. 12

[32] Soejono Soekanto, Anak Dan Pola Perikelakuannya, ( Jakarta : P.T. BPK Gunung Mulia, 1986), h. 61

[33] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, ( Jakarta : Balai Pustaka, 1996), Cet. Ke- 7 Edisi II, h. 416

[34] M. Dahlan Al Barry, Kamus Modern Bahasa Indonesia, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 545

[35] Kartini Kartono, Bimbingan Anak Dan Remaja Yang Bermasalah, ( Jakarta: C.V. Rajawali, 1985), h. 45

[36] Muhaimin dan Abd. Mujib, Op Cit, h.177-181

[37] W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran ,( Jakarta : PT. Gramedia Sarana Indonesia, 1996 ), Cet II, h. 342

[38] Kartini Kartono, Op-Cit, h. 89-90

Januari 12, 2008 Posted by | Makalah Agama | Tinggalkan komentar

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Januari 12, 2008 Posted by | Skripsi | Tinggalkan komentar

Karakteristik Ilmu Kimia

A. Deskripsi Teoritis

1. Karakteristik Ilmu Kimia

Setiap siswa pada prinsipnya berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik yang memuaskan. Namun kenyataannya bahwa siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Sementara itu, sekolah umumnya hanya ditujukan pada siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan kurang diabaikan. Dengan demikian, siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian timbullah apa yang disebut kesulitan belajar, yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik.[1] Faktor-faktor kesulitan belajar tersebut terdiri dari faktor internal dan eksternal siswa. Faktor internal meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan faktor eksternal siswa meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah.

Wiseman (dalam Rumansyah, 2002: 172) mengemukakan bahwa ilmu kimia merupakan salah satu pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan mahasiswa. Kesulitan mempelajari ilmu kimia ini terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia itu sendiri yang disebutkan oleh Kean dan Middlecamp (dalam Rumansyah, 2002: 172) sebagai berikut:[2]

a. Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak.

Atom, molekul, dan ion merupakan materi dasar kimia yang tidak nampak, yang menuntut siswa dan mahasiswa membayangkan keberadaan materi tersebut tanpa mengalaminya secara langsung. Karena atom merupakan pusat kegiatan kimia, maka walaupun kita tidak melihat atom secara langsung, tetapi dalam angan-angan kita dapat membentuk suatu gambar untuk mewakili sebuah atom, misalnya sebuah atom oksigen kita gambarkan sebagai bulatan.

b. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya. Kebanyakan objek yang ada di dunia ini merupakan campuran zat-zat kimia yang kompleks dan rumit. Agar mudah dipelajari, maka pelajaran kimia dimulai dari gambaran yang disederhanakan, dimana zat-zat dianggap murni atau hanya dua atau tiga zat saja. Dalam penyederhanaannya diperlukan pemikiran dan pendekatan tertentu agar siswa atau mahasiswa tidak mengalami salah konsep dalam menerima materi yang diajarkan tersebut.

c. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat.

Seringkali topik-topik ilmu kimia harus dipelajari dengan urutan tertentu. Misalnya, kita tidak dapat menggabungkan atom-atom untuk membentuk molekul, jika atom karakteristiknya tidak dipelajari terlebih dahulu. Di samping itu, perkembangan ilmu kimia itu sangat cepat, seperti pada bidang biokimia yang menyelidiki tentang rekayasa genetika, kloning, dan sebagainya. Hal ini menuntut kita semua untuk lebih cepat tanggap dan selektif dalam menerima semua kemajuan tersebut.

d. Ilmu kimia tidak hanya sekedar memecahkan soal.

Memecahkan soal-soal yang terdiri dari angka-angka (soal numerik) merupakan bagian yang penting dalam mempelajari kimia. Namun, kita juga harus mempelajari deskripsi seperti fakta kimia, aturan-aturan kimia, peristilahan kimia, dan lain-lain.

e. Bahan/materi yang dipelajari dalam ilmu kimia sangat banyak.

Dengan banyaknya bahan yang harus dipelajari, siswa ataupun mahasiswa dituntut untuk dapat merencanakan belajarnya dengan baik, sehingga waktu yang tersedia dapat digunakan seefisien mungkin.

Menurut Arifin (dalam Rumansyah, 2002: 172), kesulitan siswa dalam mempelajari ilmu kimia dapat bersumber pada:

a. Kesulitan dalam memahami istilah.

Kesulitan ini timbul karena kebanyakan siswa hanya hafal akan istilah dan tidak memahami dengan benar maksud dari istilah yang sering digunakan dalam pelajaran kimia.

b. Kesulitan dalam memahami konsep kimia.

Kebanyakan konsep-konsep dalam ilmu kimia maupun materi kimia secara keseluruhan merupakan konsep atau materi bersifat abstrak.

c. Kesulitan Angka.

Dalam pengajaran kimia siswa dituntut untuk terampil dalam rumusan/operasi matematis. Namun, sering dijumpai siswa yang kurang memahami rumusan tersebut. Hal ini disebabkan karena siswa tidak mengetahui dasar-dasar matematika dengan baik, siswa tidak hafal rumusan matematika yang banyak digunakan dalam perhitungan-perhitungan kimia, sehingga siswa tidak terampil dalam menggunakan operasi-operasi dasar matematika.

2. Konsep Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan

Kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan salah satu konsep kimia yang sulit. Di dalam konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan ini terdapat konsep dasar persamaan kimia dan konsep dasar matematika. Dengan menguasai kedua konsep ini akan mempermudah siswa dalam memahami konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan. Ironisnya kedua konsep inilah yang sering menjadi kendala siswa dalam menyelesaikan soal-soal kelarutan dan hasilkali kelarutan. Dengan penerapan assessment diharapkan dapat mengetahui apakah terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa tentang kelarutan dan hasilkali kelarutan. Karena dalam assessment ini dapat dilihat kesulitan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Kesulitan-kesulitan ini kemudian direfleksi dan kemudian diperbaiki dalam penelitian tindakan kelas.

Materi kelarutan dan hasilkali kelarutan merupakan materi untuk kelas XI pada semester genap. Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau disebut juga kurikulum 2006, Depdiknas hanya menentukan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Kegiatan Pembelajaran, sedangkan Indikatornya ditentukan oleh sekolah masing-masing sekolah. Berikut silabus dan uraian materi kelarutan dan hasilkali kelarutan:

a. Standar Kompetensi: Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya.

1) Kompetensi Dasar: Memprediksikan terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan hasilkali kelarutan.

2) Indikator

a) Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut.

b) Menghubungkan tetapan hasilkali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya.

c) Menghitung kelarutan suatu elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya.

d) Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan.

e) Menentukan pH larutan dari harga Ksp-nya.

f) Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp.

b. Materi Pokok Kelarutan dan Hasilkali Kelarutan[3]. Dalam pembelajaran materi ini dibagi menjadi dua siklus. Siklus pertama dibagi menjadi dua tahap dan siklus kedua dibagi menjadi tiga tahap, dengan tahap yang terakhir adalah percobaan laboratorium. Berikut materi-materi yang disampaikan dalam pembelajaran, adalah sebagai berikut:

1) Siklus 1 tahap 1

Larutan Jenuh

Partikel-partikel zat terlarut, baik berupa molekul maupun berupa ion, selalu berada dalam keadaan terhidrasi (terikat oleh molekul-molekul pelarut air). Makin banyak partikel zat terlarut makin banyak pula molekul air yang diperlukan untuk menghidrasi partikel zat terlarut itu.

Jika sejumlah air kita tambahkan terus-menerus zat terlarut, lama-kelamaan tercapai suatu keadaan di mana semua molekul air terpakai untuk menghidrasi partikel yang dilarutkan sehingga larutan itu tidak mampu lagi menerima zat yang ditambahkan. Kita katakan larutan itu mencapai keadaan jenuh.

Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang telah mengandung zat terlarut dalam konsentrasi maksimum (tidak dapat ditambah lagi). Harga konsentrasi maksimum yang dapat dicapai oleh suatu zat dalam larutan disebut kelarutan (solubility), dengan lambang s. Jadi, kelarutan (s) suatu zat adalah konsentrasi zat tersebut dalam larutan jenuh. Suatu zat tidak memiliki konsentrasi yang lebih besar dari harga kelarutannya.

Elektrolit-elektrolit mempunyai harga kelarutan (s) yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, satu liter larutan dapat menampung NaCl sebagai zat terlarut maksimum 357 gram. Harga kelarutan dalam satuan molar adalah 357/58,5 atau 6,1 M. Kita katakan bahwa kelarutan NaCl sangat besar atau mudah larut dalam air. Sedangkan satu liter larutan hanya mampu melarutkan AgCl sebanyak 1,45 mg. Harga kelarutan AgCl adalah 0,00145/143,5 atau 10-5 M. Kita katakan bahwa kelarutan AgCl sangat kecil atau sukar larut dalam air.

Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.

MA(s) M+(aq) + A (aq)

Karena zat padat tidak mempunyai konsentrasi, maka tetapan kesetimbangan reaksi ini adalah hasilkali konsentrasi ion-ion, dan disebut hasilkali kalarutan, dengan lambang Ksp.

Ksp =

Hubungan Kelarutan (s) dengan Hasilkali Kelarutan

Kelarutan (s) dan hasilkali kelarutan (Ksp) sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka antara keduanya terdapat hubungan yang erat.

AgCl Ag+ + Cl

s s s

Ksp AgCl

s s

Ksp AgCl = s x s

= s2

s =

PbCl2 Pb2+ + 2Cl

s s (2s)2

Ksp PbCl2 = s x (2s)2

= 4s3

Dari dua contoh di atas, hubungan antara kelarutan (s) dengan hasilkali kelarutan (Ksp) dapat disimpulkan sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah ion dari elektrolit

s = kelarutan elektrolit dalam molar (M)

Untuk elektrolit biner (n = 2), berlaku rumus berikut:

Ksp = s2 atau

Untuk elektrolit terner (n = 3), berlaku rumus berikut:

Ksp = 4s3 atau

2) Siklus 1 tahap 2

Pengaruh Ion Sejenis

Jika AgCl dilarutkan dalam larutan NaCl atau larutan AgNO3, ternyata kelarutan AgCl dalam larutan tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan kelarutan AgCl dalam air murni. Hal ini disebabkan adanya ion sejenis yang ada dalam larutan. Ion Cl dari NaCl atau ion Ag+ dari AgNO3 akan mempengaruhi kesetimbangan.

Jadi, adanya ion sejenis akan memperkecil kelarutan suatu elektrolit. Makin banyak ion sejenis yang ada dalam larutan, makin kecil kelarutan elektrolit tersebut.

3) Siklus 2 tahap 1

Prakiraan Pengendapan

Harga Ksp suatu elektrolit dapat digunakan untuk memperkirakan apakah elektrolit itu larut atau mengendap dalam suatu larutan. Seperti kita ketahui, larutan jenuh MA berlaku hubungan: Ksp =

Jika larutan itu belum jenuh (MA yang larut masih sedikit), sudah tentu harga lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya, jika lebih besar daripada Ksp, maka hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga MA akan mengendap.

Jika < Ksp, larutan belum jenuh (tak terjadi endapan).

Jika = Ksp, larutan tepat jenuh (tak terjadi endapan).

Jika > Ksp, larutan lewat jenuh (elektrolit mengendap).

4) Siklus 2 tahap 2

Hubungan Ksp dengan pH

Harga pH sering digunakan untuk meghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan.

3. Assessment

Assessment adalah suatu prosedur yang secara lengkap untuk memperoleh informasi tentang belajar siswa (observasi, penilaian kinerja atau proyek, tes tertulis) dan penentuan penilaian mengenai kemajuan pembelajaran (kata assessment yang digunakan pada edisi ini mempunyai arti yang sama dengan kata evaluasi pada edisi akhir, tetapi ditekankan pada banyaknya tipe tugas kinerja). Tes merupakan tipe khusus assessment yang terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang dapat mengelola kesulitan dan memperbaikinya pada semua siswa.[4]

Pengertian assessment menurut Robert L. Linn (2001; 6) adalah suatu prosedur dari banyak prosedur yang digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kinerja siswa. Meliputi tes tertulis seperti jawaban uraian (contoh: essay), dan tes kinerja (contoh: percobaan laboratorium).

Pengertian assessment (to assess = assessment) merupakan kegiatan mengukur dan mengadakan estimasi terhadap hasil pengukuran atau membanding-bandingkan dan tidak sampai ke taraf pengambilan keputusan. Setelah pengukuran (measurement) kemudian dilakukan pembandingan (assessment) dan selanjutnya diambil sebuah keputusan (evaluation).[5]

Kata measurement, assessment, dan evaluation dalam dunia pendidikan penggunaannya sering tertukar. Pada dunia pendidikan, measurement adalah menentukan karakteristik dari individu atau kelompok siswa. Dalam measurement kita tidak menghubungkan nilai dengan apa yang kita lihat. Bagaimanapun evaluation merupakan gabungan antara ukuran dengan informasi lain untuk menentukan suatu yang kita inginkan dan pentingnya yang kita amati. Evaluation adalah hasil dari measurement setelah nilai di dapat. Berikut Tabel 2.1 perbedaan antara measurement dan evaluation.[6]

Tabel 2.1 Perbedaan antara Measurement dan Evaluation.

Measurement

Evaluation

Pelaksaan tes menunjukkan bahwa siswa tidak dapat mengungkapkan sedikit kata daripada seribu kata.

Pelaksanaan ini merupakan perhatian yang penting, karena merupakan penyebutan sejumlah kata yang merupakan prasyarat untuk unit selanjutnya, dalam tes tulis.

Guru melihat siswa berbicara di kelas tanpa ditunjuk terlebih dahulu.

Tindakan ini adalah harapan bagi siswa yang tidak aktif dalam diskusi.

Perbedaan antara measurement dan assessment sangat kecil. Assessment biasa digunakan sebagai gaya bahasa pilihan untuk measurement. Beberapa kalimat lebih baik menggunakan kata assessment dari pada measurement. measurement seakan terlihat seperti kwantitatif, tidak menarik, dan sedikit diingini. Sedangkan assessment adalah terlihat seperti kwalitatif dan dekat.[7]

Assessment adalah suatu kegiatan dalam proses belajar mengajar yang dirancang oleh guru untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.[8] Berbeda dengan pengukuran hasil belajar, assessment sangat terkait dengan teori belajar. Berikut beberapa teori yang dijadikan landasan bagi pelaksanaan assessment:

a. Teori Fleksibilitas Kognitif dari R. Spiro (1990)

Teori fleksibilitas kognitif menjelaskan bahwa belajar menghasilkan kemampuan secara spontan dalam melakukan restrukturisasi pengetahuan yang telah dimiliki, guna merespon perubahan atau kenyataan yang dihadapi atau tuntutan situasi seketika. Berdasarkan teori belajar tersebut maka jelas bahwa assessment selalu dilakukan pada konteks belajar yang tidak terpisah dari situasi yang sedang dihadapi.

b. Teori belajar J. Bruner (1966)

Belajar adalah suatu proses aktif yang dilakukan oleh siswa dengan jelas mengkonstruksi sendiri gagasan baru atau konsep-konsep baru atas dasar konsep, pengetahuan, dan kemampuan yang telah dimiliki. Konsep belajar sebagai suatu proses pengembangan diri menurut struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa secara mandiri dan dapat melebihi informasi yang diperoleh dalam teori belajar Bruner, menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan prinsip-prinsip assessment kinerja.

c. Teori Experiential Learning yang dikembangkan oleh C. Rogers (1969).

Teori membedakan dua jenis belajar yaitu: 1) Cognitif Learning yaitu teori belajar yang berhubungan dengan pengetahuan akademik, dan 2) Experiential Learning yaitu teori belajar yang berhubungan dengan pengetahuan terapan.

d. Teori Kemampuan Multipel dari Howard Gardner

Menurut Gardner setidak-tidaknya ada tujuh kemampuan dasar, yaitu Visual-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical rhytmical, Interpersonal, Intrapersonal, Logical Mathematical dan Verbal-linguistic. Teori ini memperlihatkan secara jelas, bahwa assessment hasil maupun proses belajar tidak hanya mengukur salah satu atau beberapa aspek kemampuan siswa, tetapi harus mengukur seluruh aspek kemampuan siswa. Sehingga tertutup kemungkinan bahwa assessment hanya dilakukan melalui tes baku, tetapi proses assessment (terutama assessment kinerja) menjadi fokus utama assessment.[9]

Assessment adalah sebuah proses menyeluruh, jadi ini merupakan bagian dari kehidupan modern, sebagian orang bertanya apakah assessment ini prinsip-prinsip dan tehnik yang mendasar.[10] Berikut adalah tujuan assessment:

a. Membantu untuk membuat penempatan siswa.

b. Untuk mendiagnosis kekuatan dan kelemahan individu.

c. Memberikan feedback pada guru dan siswa.

Feedback atau umpan balik diberikan melalui tes-tes formatif. Tes formatif yang dilakukan menjadi alat diagnosa untuk menentukan kemajuan atau keberhasilan peserta didik. Tes formatif menurut S. Nasution (dalam Martinis Yamin, 2007:129) adalah umpan balik yang memiliki fungsi bermacam-macam, seperti berikut:[11]

1) Mempercepat anak belajar dan memberi motivasi untuk bekerja sungguh-sungguh dalam waktu secukupnya.

2) Untuk menjamin bahwa semua anak menguasai sepenuhnya syarat-syarat atau bahan apersepsi yang diperlukan untuk memahami bahan yang baru.

3) Berguna bagi mereka yang telah memiliki bahan apersepsi yang diperlukan untuk memberi rasa kepastian atas penguasaannya.

4) Bagi siswa yang masih kurang menguasai bahan pelajaran, tes formatif merupakan alat untuk mengungkapkan di mana sebetulnya letak kesulitannya.

5) Tes formatif dimaksud sebagai alat “assessment” yaitu memperoleh keterangan dengan maksud baik.

6) Memberikan umpan balik kepada guru agar mengetahui di mana tardapat kelemahan-kelemahan dalam metodenya mengajar.

d. Memberikan fakta-fakta untuk keputusan tentang sertifikat atau kelulusan.

e. Untuk evaluasi dan akuntabilitas.

f. Memberikan informasi pada orang tua dan yang lainnya tentang perkembangan siswa.

Proses assessment dalam pelaksanaannya dapat mengetahui perkembangan belajar siswa secara menyeluruh. Prosesnya akan efektif jika mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:[12]

a. Dengan jelas menentukan penilaian pada proses assessment.

b. Memilih prosedur assessment karena harus relevan dengan karakteristik yang akan diukur. Prosedur assessment sering dipilih dengan didasarkan pada objektivitas dan keakuratan. Berikut Gambar 2.1 proses assessment:

Assessment

Tanpa pengukuran (informal observasi)

Pengukuran (tes)

 
 

Dan/atau

       
   

Pertimbangan penilaian (kemajuan pembelajaran)

Gambar 2.1 Proses Assessment

c. Assessment yang menyeluruh memerlukan prosedur yang bervariasi.

d. Menggunakan prosedur assessment yang tepat beserta batasannya.

e. Assessment adalah cara untuk mancapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri.

Tujuan dari pembelajaran adalah membantu siswa untuk menerima tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tujuan tersebut meliputi perubahan kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketika pembelajaran mulai berjalan, assessment merupakan bagian dari proses belajar-mengajar. Hasil pembelajaran yang diharapkan tidak akan tercapai tanpa tujuan pembelajaran, dan rencana pelaksanaan pembelajaran harus membawa perubahan bagi siswa, hal ini dapat melalui penilaian secara periodik dengan tes dan assessment yang lain. Keterkaitan antara belajar, mengajar, dan assessment dalam pendidikan akan terlihat jelas dengan mengikuti langkah-langkah preses pembelajaran sebagai berikut:

a. Memperkenal tujuan pembelajaran

Langkah pertama adalah pengajaran dan assessment merupakan penentu hasil belajar yang diharapkan dari kelas belajar, bagaimana cara berpikir dan bertindak ketika siswa telah mengikuti pembelajaran? Pengetahuan dan pemahaman apa yang harus siswa miliki? Keterampilan apa yang dapat siswa lakukan? Minat perilaku siswa apa yang harus berkembang? perubahan apa yang terjadi pada kebiasaan berpikir, karsa dan apa yang dilakukan setelah perubahan?. Kesimpulan, secara spesifik perubahan apa yang terjadi setelah kami berusaha? Dan apakah siswa akan senang ketika kami berhasil merubahnya?

b. Menyiapkan penilaian siswa

Ketika tujuan pembelajaran telah ditentukan, biasanya membuat beberapa assessment yang diperlukan oleh siswa agar hasil pembelajaran tercapai. Kemampuan dan keterampilan apakah yang siswa miliki dari hasil pengajaran? Apakah keterampilan dan pemahaman siswa berkembang? Penilaian keterampilan dan pengetahuan siswa dimulai dari kemungkinan dalam menjawab pertanyaan. Informasi ini sangat berguna pada rencana kerja untuk siswa dimana masih terdapat kekurangan pada keterampilan dan memodifikasi rencana pembelajaran yang dibutuhkan siswa. Berikut prinsip-prinsip penilaian:[13]

1) Proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from, instruction).

2) Penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real word problems).

3) Penilaian harus menggunakan berbagai ukuran,metoda, dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman balajar.

4) Penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik).

Tujuan penilaian di kelas oleh guru hendaknya diarahkan pada hal berikut:[14]

1) Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana.

2) Checkingup, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses pembelajaran.

3) Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.

4) Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum.

c. Menyediakan pembelajaran yang relevan

Relevansi pembelajaran antara mata pelajaran dan metode belajar dalam desain rencana pembelajaran untuk membentuk siswa dalam mencapai hasil pembelajaran yang diharapkan. Selama tahap pembelajaran, pengukuran, dan pemberian assessment. Hal tersebut berarti dapat memonitor kemajuan belajar dan mendiagnosis kesulitan belajar. Jadi, pelaksanaan assessment secara periodik selama pembelajaran dapat memberikan feedback untuk membantu cara memperbaiki pembelajaran baik secara individu maupun kelompok.

d. Menilai hasil yang diharapkan.

Tahap terakhir dalam proses pembelajaran adalah proses pembelajaran yaitu menentukan tahap belajar yang diterima oleh siswa. Penyempurnaan tahap ini dengan menggunakan assessment yang dapat mengukur hasil belajar yang diharapkan. Idealnya, tujuan pembelajaran akan jelas menentukan keinginan perubahan pada siswa dan instrumen assessment akan memberikan relevansi pengukuran atau gambaran tingkat perubahan yang terjadi. Kesesuaian prosedur assessment yang akan digunakan akan dapat mengetahui hasil yang diharapkan, dengan memperhatikan keterangan yang dapat dijadikan pertimbangan penting untuk keefektifan kelas assessment dan perhatian yang sungguh-sungguh untuk bab selanjutnya.

Penilaian ini harus memiliki kerangka berpikir (kognitif), sikap mental (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Domain kognitif mencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mancakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan perubahan sikap, nilai, perasaan,dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor).[15] Semua ini terangkum di dalam hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar yang dimiliki masing-masing siswa ini diharapkan mampu berwujud menjadi kecakapan hidup (life skill). Menurut Achjar kecakapan hidup (life skill) dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu (www.dikmenum.go.id):[16]

1. Personal Skill (kecakapan personal)

a) Kesadaran diri (eksistensi diri)

b) Kecakapan berpikir (menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah).

2. Social Skill (kecakapan sosial)

a) Kecakapan komunikasi lisan

b) Kecakapan komunikasi tertulis

c) Kecakapan tertulis

d) Kecakapan kerja sama

3. Academic Skill (kecakapan akademik)

a) Kecakapan mengidentifikasi variabel

b) Kecakapan menghubungkan variabel

c) Kecakapan merumuskan hipotesis

d) Kecakapan melakukan penelitian

4. Spiritual Skill

Kecakapan memahami posisi dan makna diri di hadapan Tuhan.

5. Vocational Skill (kecakapan keterampilan)

Kecakapan seseorang memberdayakan panca indera, intuisi dan penalaran dalam merefleksikan jalan pemikiran melalui lisan, tulisan, perbuatan dan atau memanfaatkan alat dan bahan untuk memperbaiki, membuat dan atau memodifikasi suatu produk.

Aspek-aspek kecakapan hidup yang akan dinilai sebagai bagian hasil belajar adalah: kecakapan berpikir, kesadaran diri, dan komunikasi.

e. Penggunaan hasil

Siswa dengan assessment, pada dasarnya sering dilihat keuntungan guru dan penyelenggara. Prosedur assessment yang digunakan dengan tepat dapat secara langsung meningkatkan hasil belajar siswa dengan: 1) Menjelaskan hasil belajar yang diharapkan. 2) Memberikan tujuan jangka pendek menjelang pelaksanaan. 3) Memberikan timbal balik mengenai pembelajaran. 4) Memberikan informasi untuk mengatasi kesulitan belajar dan memilih pengalaman pembelajaran untuk selanjutnya.

Walaupun tujuan tersebut mungkin bermanfaat baik dengan memberikan assessment secara berkala selama pembelajaran, assessment terakhir memberikan hasil yang diharapkan. Informasi yang dihasilkan dari tes dan tipe assessment yang lain juga meningkatkan pembelajaran. Seperti informasi yang dapat membantu mempertimbangkan: 1) Kepantasan dan tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. 2) Kegunaan dari bahan-bahan pembelajaran. 3) Keefektifan metode pembelajaran. Prosedur assessment dapat memberikan secara langsung kemajuan dalam proses belajar-mengajar.

Hasil assessment juga dapat digunakan untuk menentukan angka dan laporan kemajuan siswa kepada orang tua. Sistematika yang digunakan pada banyak prosedur assessment menjadi dasar keobjektifan untuk laporan setiap kemajuan belajar siswa. Selain untuk menilai dan melaporkan, hasil assessment juga dapat berguna untuk keperluan berbagai administrasi dan keperluan pimpinan, pengembangan kurikulum, membantu siswa dalam belajar, mengambil kejuruan, dan keefektifan program sekolah dalam penilaian. Penyederhanaan model pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.2 Ringkasan langkah dasar proses pembelajaran dan menjelaskan hubungan belajar, mengajar, dan assessment.

Memperkenalkan tujuan pembelajaran

Memberikan pengajaran yang relevan:

  1. Memantau kemajuan belajar
  2. Mendiagnosis kesulitan belajar

Menilai hasil yang diharapkan

Kemuajuan belajar & pembelajaran

Penilaian & laporan pada orang tua

Sekolah menggunakan hasil untuk tujuan yang lainnya

Menyiapkan penilaian siswa

               
   
 
   
 
   
 
 

Gambar 2.2 Penyederhanaan Model Pembelajaran

Prosedur assessment meliputi: tehnik observasi, penilaian, dan laporan individu. Observasi secara langsung merupakan cara yang terbaik untuk menilai beberapa aspek kemajuan belajar. Penggunaan catatan anecdotal dapat dilakukan guru melalui observasi informal yang dapat menjadi sumber informasi tentang perkembangan siswa. Pendapat dan laporan dapat dibuat oleh siswa sendiri, selain itu dapat juga menjadi sumber yang berharga dalam dalam perkembangan pembelajaran. (1) pendapat tentang penggunaan penilaian perkembangan baik individu maupun kelompok. (2) metode pelaporan memberikan keterangan secara lengkap tentang yang dibutuhkan siswa, permasalahan, penyesuaian diri, minat, dan sikap.[17]

Assessment yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan materi kelarutan dan hasilkali kelarutan. Karena dalam pembelajaran kelarutan dan hasilkali kelarutan ini diperlukan adanya penjelasan teori kelarutan dan hasilkali kelarutan, dan praktikum, sehingga assessment yang digunakan adalah assessment, dan assessment kinerja.

B. Kerangka Pikir

Pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang baru bagi siswa, sebab mereka baru mendapatkan materi kimia secara utuh sebagai suatu mata pelajaran pada saat memasuki jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya kesulitan bagi mereka dalam penguasaan konsep kimia. Kesulitan penguasaan konsep kimia ini dapat dilihat pada saat proses pembelajaran atau pada hasil evaluasi pembelajaran.

Evaluasi berperan untuk memberikan informasi tentang ada tidaknya perubahan yang terjadi pada siswa dan seberapa besar perubahannya. Perubahan ini harus meliputi perkembangan kognitif, afektif, maupun motorik. Untuk mengetahui perkembangan siswa, harus dilkasanakan assessment. Dengan diterapkannya assessment ini, diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep kelarutan dan hasilkali kelarutan pada siswa.


[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Edisi Revisi, h. 172

[2] Rumansyah dan Yudha Irhasyuarna, “Penerapan Metode Latihan Berstruktur dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Persamaan Kimia”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 035, Tahun Ke-8, Maret 2002, h. 172

[3] Irfan Anshory, Kimia SMU untuk Kelas 3, (Jakarta: Erlangga, 2000), h. 26-32

[4] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment in Teaching, (Prentice-Hall: Upper Saddle River, New Jersey, 2001) h. 5

[5] Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 2

[6] Albert Oosterhof, Developing and Using Classroom Assessments, (New Jersey: Prentice Hall, 1999), Second Edition. P. 2

[7] Albert Oosterhof, Developing and…, p. 3

[8] I Wayan Merta, “Aplikasi Asesmen dalam Pembelajaran IPA di Kelas IV SD No.4 Kaliuntu Singaraja (Suatu Upaya Meningkatan Efektivitas Pelaksanaan Evaluasi di Sekolah Dasar)”, dalam Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No.2 TH.XXXVI April 2003, h. 103

 

[9] Asmawi Zainul, Alternative Assessment, (Jakarta: Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Terbuka, 2001), h. 4-8

[10] Martyn Rouse, James G. Shriner and Lou Danielson, National Assessment and Special Education in the United States and England and Wales, (London: Routledge, 2000), First Publised, p. 66

[11] Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru & Implementasi KTSP, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h. 129-130

[12] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment…, h. 6-8

[13] Bahrul Dayat, Penilaian Kelas (Classroom Assessment) dalam Penerapan Standar Kompetensi, (Jakarta: Depdiknas, 2004), h. 6-7

[14] Bahrul Dayat, Penilaian Kelas (Classroom Assessment)…, h. 7

[15] Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cetakan Ke-17, h. 34

[16] Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, “Kecakapan Hidup (Life Skill)”, dari www.dikmenum.go.id, 10 Desember 2007

[17] Robert L. Linn & Norman E. Gronlund, Measurement and Assessment…, h. 265

Januari 10, 2008 Posted by | Alicia Komputer | 1 Komentar

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!

Januari 7, 2008 Posted by | Uncategorized | 2 Komentar